Kumpulan
Makalah
Ilmu
Kesehata Masyarakat
Sub
Judul:
a. Program kesehatan yang terkait dalam
meningkatkan status kesehatan Ibu dan Anak (2)
b. Pengelolaan Pelayanan Kebidanan
Komunitas (30)
c. Penggerakan Peran Serta
Masyarakat(PSM) (60)
d. Pendekatan Epidemiologi (72)
Program
Kesehatan yang Terkait dalam Meningkatkan Status Kesehatan Ibu dan Anak
2.1. PEMELIHARAAN KESEHATAN PADA IBU
2.1.1.
Pemeliharaan Kesehatan pada Remaja Calon Ibu
Masa
remaja merupakan salah satu fase dari perkembangan individu yang mempunyai ciri
berbeda denga masa sebelumnya atau sesudahnya. Karena remaja (pubertas)
diterjemahkan dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau menjadi dewasa.
Adolescence menggambarkan seluruh perkembangan remaja, baik fisik, psikis, dan
social.
Masa
remaja ditinjau dari rentang kehidupan individu merupakan masa peralihan dari
masa kanak–kanak ke masa dewasa. Menurut Adams dan Gullota (dalam Arro,1997),
massa remaja meliputi usia antara 11–20 tahun. Sedangkan menurut Hurlock
(1990), masa remaja terbagi menjadi masa remaja awal (13 – 16 tahun), dan masa
remaja akhir (17 – 18 tahun). Perbedaan ini terjadi karena pada masa remaja
akhir, individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa
dewasa.
Masa
remaja mempunyai ciri sebagai berikut :
a.
Sebagai periode penting perubahan sikap perilaku e. Usia bermasalah
b.
Periode peralihan f. Usia yang
menimbulkan kesulitan
c.
Periode perubahan g. Masa tidak
realisis
d.
Masa mencari identitas h.
Ambang masa dewasa.
Ada
beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja, meliputi :
a.
Peningkatan emosional yang terjadi selama
masa remaja awal (masa strom dan stress) yang merupakan hasil perubahan fisik,
terutama hormon. Pada masa ini remaja diharap tidak lagi bertingkah seperti
anak–anak, harus lebih mandiri, dan bertanggung jawab.
b.
Perubahan yang cepat secara fisik yang
disertai kematangan seksual. Perubahan ini terkadang membuat remaja merasa
tidak yakin akan dirinya sendiri, dan sangat berpengaruh terhadap konsep diri
remaja.
c.
Perubahan dalam hal yang menarik bagi
dirinya dan hubungan dengan orang lain (tidak lagi berhubungan hanya dengan
individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis dan orang
dewasa). Remaja diharapkan dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal–hal
yang lebih penting.
d.
Perubahan nilai, dimana apa yang dianggap
penting pada kanak–kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
e.
Kebanyakan remaja bersikap ambivalen
dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Disatu sisi remaja menginginkan
kebebasan, tetapi disisi lain takut dengan tanggung jawab yang menyertai
kebebasan tersebut.
Periode
remaja merupakan ‘’Window Opportunity’’, periode yang tepat untuk menanamkan
nilai–nilai, norma, dan kebiasaan yang baik agar tidak mengalami masalah
kesehatan di kemudian hari, dan menjadi manusia dewasa yang sehat dan
produktif. Beberapa masalah yang sering dialami oleh remaja dari yang bersifat
fisik antara lain anemia, kegemukan, mental–kejiwaan (gangguan belajar),
perilaku beresiko seperti merokok, hubungan seks pranikah, penyalahgunaan
NAPZA, hingga terjangkit HIV atau AIDS.
Oleh
sebab itu, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja sangat penting untuk
dimiliki. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu keadaan dimana remaja dapat
menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalani fungsi dan proses
reproduksinya secara sehat dan aman. Pengetahuan kesehatan yang penting untuk
diketahui oleh remaja antara lain adalah tentang tumbuh kembang remaja,
kesehatan reproduksi remaja, penyakit menular seksual, HIV atau AIDS, penyalah
gunaan NAPZA, komunikasi dan konseling, pendidikan keterampialan hidup sehat.
Penyebab
utama kematian pada remaja perempuan usia 15–19 tahun adalah komplikasi
kehamilan, persalinan, dan komplikasi keguguran. Remaja usia 15–24 tahun
memiliki angka tinggi untuk penderita penyakit menular seksual.
Beberapa
masalah pokok dalam pengembangan
kesehatan reproduksi remaja adalah :
a.
Melakukan advokasi untuk memperoleh
dukungan masyarakat dalam kesehatan reproduksi.
b.
Melibatkan remaja dalam aktivitas yang
positif.
c.
Pelayanan klinik yang ramah bagi remaja.
d.
Memberikan informasi yang ramah bagi para
remaja.
e.
Kontrasepsi untuk remaja.
f.
HIV dan PMS bagi remaja.
g.
Memenuhi kebutuhan remaja sesuai
tingkatan usia.
h.
Kehamilan dini dan kehamilan yang tidak
diinginkan.
i.
Pendidikan seksualitas berbasis sekolah.
j.
Mengembangkan keterampilan untuk
menghadapi kehidupan.
Pemerintah dan
petugas kesehatan diharapkan memahami dan peduli pada permasalahan–permasalahan
kesehatan reproduksi remaja. Untuk mengatasi masalah kesehatan remaja, perlu
pendekatan yang adolescent friendly,
baik dalam menyampaikan informasi pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR),
yang diharapkan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan masalah dan
kebutuhan remaja.
2.1.2.
Perkawinan yang Sehat
Perkawinan
merupakan ikatan yang suci, yang bertujuan untuk meneruskan keturunan atau
melangsungkan reproduksi, membentuk generasi yang berkualitas, mencapai
kebahagiaan, merupakan bagian dari ajaran agama, dan menjadi dasar untuk
membentuk keluarga yang sehat.
Mengingat
rumah tangga adalah bagian terkecil dari kehidupan sosial, maka rumah tangga
adalah penentu keselamatan dan kesehatan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya,
masing–masing anggota keluarga memiliki peranan penting dalam mewujudkan
kesehatan jiwa sesamanya, terutama suami atau istri terhadap pasangan hidupnya,
ayah, ibu dan terhadap anak–anaknya. Tentunya sebelum suami atau istri
menyediakan sarana kesehatan jiwa untuk pasangan hidup dan anak–anaknya, ia
harus mampu membuktikan bahwa dirinya memiliki jiwa yang sehat.
Seseorang
dikatakan memiliki jiwa yang sehat apabila mampu berkomunikasi secara baik
dengan sesamanya. Seseorang dikatakan berjiwa sehat apabila anggota keluarga,
tetangga, masyarakat umum, merasa tenang dengan keberadaan dan perilakunya,
orang lain tidak tersiksa dengan perkataan dan amal perbuatannya. Salah satu
tugas istri adalah bersikap baik terhadap suaminya. Sehingga setiap saat
suaminya memasuki rumah akan merasa ketenangan.
2.1.3.
Keluarga Sehat
Keluarga yang
sehat tentunya harus dibentuk oleh individu–individu yang sehat dalam keluarga
tersebut. Dilihat dari aspek kesehatan reproduksi, ada beberapa fase dalam
keluarga yang dapat dilihat dari skema pola perencanaan keluarga berikut :
a.
Fase menunda atau mencegah kehamilan
Bagi pasangan suami
istri dengan usia kurang dari 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilannya.
Karena pada usia kurang dari 20 tahun organ reproduksi belum matang sehingga
beresiko tinggi untuk kehamilan, persalinan, dan nifas, serta terjadi
komplikasi.
b.
Fase menjarangkan kehamilan
Pada periode usia istri
antara 20–30/35 tahun, merupakan periode usia paling baik untuk hamil,
melahirkan, dengan jarak antara kehamilan anak 2–4 tahun.
c.
Fase menghentikan dan mengakhiri
kehamilan atu kesuburan
Periode saat usia istri
di atas 35 tahun, sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai anak dengan
jumlah cukup (disarankan 2 orang) karena jika terjadi kehamilan dan kelahiran
pada usia ini, ibu mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya komplikasi
obtetrik. Misalnya perdarahan, pre-eklamsi, eklamsi, persalinan lama, atonia
uteri, dan lain–lain. Pada usia lebih tua juga mempunyai resiko untuk terjadi
penyakit jantung, tekanan darah tinggi, keganasan, dan kelainan metabolik.
2.1.4.
Sistem Reproduksi dan Masalahnya
Kesehatan
reproduksi adalah kemampuan seorang wanita untuk memanfaatkan alat reproduksi
dan mengatur kesuburannya (fertilitas), dapat menjalani kehamilan
dan persalinan secara aman serta mendapatkan bayi tanpa risiko apapun atau well
health mother dan well born baby dan selanjutnya mengembalikan kesehatan dalam
batas normal. Dalam survei yang dilakukan oleh WHO, menetapkan 5 jenis
ketentuan sebagai kriteria klasifikasi wanita yaitu kesehatan, perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, dan persamaan. Sadar akan keadaan
demikian, pemerintah dan diikuti oleh kalangan swasta telah mendirikan
pusat-pusat kesehatan untuk mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat. Di
samping itu penyebaran Bidan di Desa merupakan gagasan pemerintah untuk
menggantikan peranan dukun yang masih dominan di tengah masyarkat, sehingga
mendapatkan pelayanan yang bermutu dan menyeluruh. Meskipun angka kematian ibu (AKI)
dan angka kematian anak (AKA) masih belum dapat diturunkan secara berarti.
Keadaan ini dapat berubah bila mengikutsertakan masyarakat menolong dirinya
sendiri dalam bidang kesehatan, dengan secara aktif mengambil bagian untuk
memelihara kesehatannya.
Di samping itu dalam pelayanan dan
pertolongan persalinan telah diupayakan dengan memakai sistem partograf WHO,
sehingga ibu hamil dan bersalin dikirimkan pada tingkat garis “waspada.”
Keberhasilan dalam pelaksanaan gagasan ini bergantung pada kemampuan dalam
memberi pengawasan selama hamil (antenatal) serta konsultasi gizi. Keluarga
berencana juga memegang peranan penting untuk dapat mengatur jarak kehamilan,
mengatur jumlah kehamilan (sehingga komplikasi dapat ditekan), dan meningkatkan
usia kawin dan hamil sampai mencapai masa reproduksi sehat.
Dengan demikian kesehatan reproduksi
merupakan masalah vital dalam pembangunan kesehatan. Kesehatan reproduksi tidak
dapat diselesaikan dengan jalan melakukan tindakan kuratif (pengobatan), tetapi
merupakan masalah masyarakat yang masih dapat diperbaiki. Indonesia dianggap
telah berhasil untuk mengatur kesehatan reproduksi melalui gerakan keluarga
berencana.
Melalui penurunan tingkat kelahiran, ditambah makin meningkatnya kesehatan, AKI
dapat menurun secara berarti, sedangkan AKA dapat diturunkan menjadi 56/1.000
persalinan.
Meskipun demikian upaya untuk meningkatkan
derajat kehidupan wanita melalui perluasan lapangan kerja, meningkatkan
pendidikan, dan persamaan kewajiban dan hak, masih memerlukan perjuangan untuk dapat
ikut serta menurunkan angka kematian dan meningkatkan kesehatan wanita
khususnya kesehatan reproduksi. Di lain pihak yang mengecewakan adalah makin
meningkatnya faktor infeksi alat reproduksi, oleh karena terjadi semacam
revolusi seksual yang menjurus ke arah liberalisasi, dengan makin derasnya arus
informasi pada era globalisasi dunia. Infeksi mempunyai akibat yang menyedihkan
pada kesehatan reproduksi yang dapat berakhir dengan infertilitas (kemandulan) dan
meningkatnya kejadian kehamilan ektopik.
Agar
tercapai kesehatan alat reproduksi sehingga dapat menghasilkan generasi sehat
rohani dan jasmani, perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan dan diagnosis
dini, melalui pengobatan yang tepat dan berhasil guna. Dapat dikatakan alat
reproduksi adalah alat untuk prokreasi dan kreasi yang diupayakan
semaksimal mungkin sehingga tercapai well health mother for well born baby.
Dengan tercapainya kesejahteraan masyarakat
diharapkan juga
tercapai
kesehatan reproduksi yang prima, dan dapat menghasilkan status politik,
sosial-ekonomi, budaya, ketahanan dan keamanan keluarga (poleksosbudhankam)
tinggi, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas individu (manusia) dan
akhirnya secara berantai dapat meningkatkan kualitas masyarakat dan pelayanan
kesehatan masyarakat.
Dengan demikian melalui pembangunan
diharapkan dapat mengubah lingkaran kemiskinan menjadi lingkaran kesejahteraan,
sehingga kesehatan umum masyarakat dan kesehatan reproduksi dapat meningkatkan
generasi yang berkualitas. Secara rinci dapat dikemukakan bahwa pada masa
remaja ditekankan
pada bagaimana menghindari bahaya infeksi alat reproduksi sehingga terhindar
dari komplikasi, masa reproduksi kesehatannya dapat dijaga dengan memanfaatkan
metode keluarga berencana, sehingga jumlah dan interval kehamilan
dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan kualitas
generasi.
Pertolongan persalinan berorientasi pada
“well health mother for well born baby” melalui persalinan yang tidak
menimbulkan trauma (tidak membahayakan) dengan persalinan spontan, tindakan
operasi ringan persalinan dan seksio sesarea. Permintaan persalinan seksio
sesarea (melalui operasi dinding perut) akan meningkat, juga permintaan untuk
KB dengan metode operasi wanita (MOW) melalui teknik vasektomi. Pada
masa menopause, pascamenopause, dan senium penekanan ditujukan pada penyakit
degenerasi, sehingga diagnosis dini sangat penting.
2.1.5. Penyakit yang Berpengaruh terhadap
Kehamilan dan Persalinan, atau Sebaliknya
Kondisi yang mempengaruhi
kehamilan dapat dibedakan menjadi :
a.
Penyulit kehamilan yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Penyulit
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin hanya terjadi pada
peristiwa kehamilan atau berhubungan dengan kehamilan. Beberapa contohnya
seperti hipertensi dalam kehamilan yang juga merupakan salah satu indikasi
terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia, demam dalam kehamilan, janin
yang lahir sebelum waktunya baik abortus maupun preterm, perdarahan
pada kehamilan, janin gemelli, ketuban pecah dini, dan penyakit serta infeksi
yang lain yang berhubungan dengan kondisi kehamilan.
b.
Penyakit atau keadaan alat
kandungan yang dapat mempengaruhi kehamilan, termasuk di dalamnya komplikasi
kehamilan.
Yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah penyakit-penyakit yang mempunyai hubungan timbal
balik terhadap peristiwa kehamilan. Penyakit tersebut dapat memperberat
kehamilan dan persalinan, demikian pula sebaliknya.
Menurut
Departemen Kesehatan RI (1997), jika tidak melaksanakan Ante Natal Care (ANC)
sesuai aturan, dikhawatirkan akan terjadi komplikasi-komplikasi yang terbagi
menjadi tiga kelompok :
a.
Komplikasi Obstetrik
Langsung
1.
Perdarahan
Perdarahan
Obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi setelah
anak atau
plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak
mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Plasenta
previa, solutio placenta, dan ruptura uteri merupakan contoh dari perdarahan
yang menjadi komplikasi dalam kehamilan.
2.
Pre-eklampsia dan eklamsia
Pre-eklampsia
merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan
postpartum. Gejala-gejala klinik pre-eklampsia dapat dibagi menjadi
pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia berat.
Secara
teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada pre-eklampsia adalah edema,
hipertensi, dan terakhir proteinuria, sehingga bila gejala-gejala ini timbul
tidak dalam urutan di atas dianggap bukan pre-eklampsia. Dari semua gejala
tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang paling
penting. Namun,
sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita
sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri
epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
Eklampsia
merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia, yang disertai dengan kejang
menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan pre-eklampsia, eklampsia dapat timbul
pada ante, intra, dan postpartum.
3.
Kelainan Letak
(Lintang/Sungsang)
Letak
lintang adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu memanjang ibu secara
tegak lurus atau mendekati 90 derajat. Angka kejadian letak lintang berkisar
antara 0,5-2%.
Letak
sungsang adalah janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala
berada di fundus dan bokong di bawah.
4.
Hidramnion
Kehamilan
dengan jumlah air ketuban lebih dari dua liter. Keadaan ini mulai tampak pada
trimester ketiga, dapat terjadi secara perlahan-lahan atau sangat cepat.
5.
Ketuban pecah dini
Keluarnya
cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. Ketuban
dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan pretem sebelum kehamilan
37 minggu maupun kehamilan aterm.
b.
Komplikasi Obstetri Tidak
Langsung
1.
Penyakit jantung
Penyakit
jantung memberi pengaruh tidak baik pada kehamilan dan janin dalam kandungan.
Apabila ibu menderita hipoksia dan sianosis, hasil konsepsi dapat menderita
pula dan mati, kemudian disusul oleh abortus. Apabila konsepsinya dapat hidup
terus, anak dapat lahir premature atau lahir cukup bulan akan tetapi dengan
berat badan rendah (dismaturitas). Selain itu janin bisa menderita hipoksia dan
gawat janin dalam persalinan, sehingga neonatus lahir mati atau dengan nilai
APGAR rendah. Ditemukan komplikasi prematuritas dan BBRL pada penderita
penyakit jantung dalam kehamilan lebih sering terjadi pada ibu dengan volume
plasma pada usia kehamilan 32 minggu dan partus kala I yang lebih rendah. Juga
nifas yang merupakan masa yang berbahaya dan mengancam keselamatan ibu.
2.
Tuberculosis
Penyakit
ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap janin dan tidak memberikan
penularan selama kehamilan. Janin baru akan tertular setelah dilahirkan. Bila
TBC sudah berat, dapat menurunkan kondisi tubuh ibu hamil, tenaga dan termasuk
ASI ikut berkurang, bahkan ibu dianjurkan untuk tidak memberikan ASI kepada bayinya secara langsung.
3.
Anemia
Pengaruh
anemia terhadap kehamilan antara lain adalah dapat menurunkan daya tahan ibu
hamil sehingga ibu mudah sakit, menghambat pertumbuhan janin sehingga bayi
lahir dengan berat badan rendah dan persalinan prematur.
4.
Malaria
Bahaya
yang mungkin terjadi pada kehamilan antara lain abortus, kematian janin dalam
kandungan, dan persalinan premature.
5.
Diabetes Melitus
Pengaruh
terhadap kehamilan tergantung pada berat ringannya penyakit, pengobatan, dan
perawatannya. Pengobatan diabetes melitus menjadi lebih sulit karena
pengaruh kehamilan. Kehamilan akan memperberat diabetes mellitus dan
memperbesar kemungkinan timbulnya komplikasi seperti koma.
c.
Komplikasi yang tidak
berhubungan dengan obstetrik
Contoh
dari komplikasi yang tidak berhubungan dengan obstetrik adalah cedera akibat
kecelakaan, baik akibat kendaraan, keracunan, maupun kebakaran.
2.1.6. Sikap dan Perilaku
pada Masa Kehamilan dan Persalinan
Perubahan perilaku pada ibu hamil merupakan
hal wajar karena produksi hormon progesteronnya sedang tinggi. Hal inilah yang
mempengaruhi banyak hal, termasuk psikis ibu. Perubahan hormon yang terjadi
pada ibu hamil sebenarnya sama persis dengan perubahan hormon pada wanita yang
sedang mengalami siklus haid, perubahan hormon yang terjadi tidak selamanya
akan mempengaruhi psikis ibu hamil. Ada juga yang perilakunya tidak berubah.
Hal ini, disebabkan kerentanan psikis setiap orang yang berbeda-beda. Daya tahan
psikis dipengaruhi oleh kepribadian, pola asuh sewaktu kecil, atau kemauan ibu
untuk belajar menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Biasanya ibu yang
menerima atau bahkan sangat mengharapkan kehamilan akan lebih mudah
menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan. Secara fisik dan psikis, mereka
lebih siap. Berbeda dari ibu yang tidak siap, seperti karena kehamilannya tidak
diinginkan, umumnya merasakan hal-hal yang lebih berat. Begitu pula dengan ibu
yang sangat memperhatikan estetika tubuh. Dia akan merasa terganggu dengan
perubahan fisik yang terjadi selama kehamilan. Seringkali ibu sangat gusar
dengan perutnya yang semakin gendut, pinggul lebih besar, payudara membesar,
rambut menjadi kusam, dan sebagainya. Tentu hal ini akan semakin membuat psikis
ibu menjadi tidak stabil. Perubahan psikis umumnya lebih terasa di trimester
pertama kehamilan. Kala itu pula, ibu masih harus menyesuaikan diri dengan
berbagai perubahan hormon yang terjadi. Lalu berangsur hilang di trimester
kedua dan ketiga karena ibu sudah bisa menyesuaikan dirinya.
Sikap dan perilaku ibu pada
masa persalinan antara lain :
1.
Nyeri, tegang, mulas-mulas, dan mengejan.
2.
Tak sabar untuk segera menjenguk buah hati.
3.
Mencoba berbagai posisi selama persalinan dan
kelahiran bayi.
4.
Minum cairan dan makan makanan ringan bila ia
menginginkannya.
5.
Mengikuti praktek-praktek tradisional yang
tidak memberi pengaruh yang merugikan.
6.
Ingin segera memeluk bayinya segera setelah
lahir.
7.
Akan memulai pemberian ASI dalam 1 jam pertama
setelah kelahiran bayi.
8.
Ingin selalu berdekatan
dengan bayinya (rawat gabung).
9.
Bahagia karena harapannya
untuk memiliki anak terlaksana.
10.
Cemas dan takut terhadap
bahaya, pengalaman yang tidak menyenangkan dan dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan bayi.
2.1.7. Pemeliharaan dan Pemeriksaan Kesehatan Ibu
Hamil
WHO
sejak tahun 1990 elah meluncurkan strategi Making Pregnency Safer (MPS), yang
salah satu programnya adalah menempatkan safe motherhood sebagai prioritas
utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional. Salah satu upaya untuk
menurunkan AKI adalah melalui empat pilar safe motherhood dengan intervensi
sebagai berikut :
a.
Mengurangi kemungkinan seorang
perempuan menjadi hamil dengan upaya KB.
b.
Mengurangi kemungkinan seorang perempuan
hamil mengalami komplikasi obstetrik dalam kehamilan dan memastikan bahwa
komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditandai secara memadai melalui
pelyanan antenatal.
c.
Persalinan yang bersih dan aman :
memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan,
dan alat untuk menolong persalinan yang aman dan bersih,serta memberiakan
pelayanan nifas bagu ibu dan bayi.
d.
Mengurangi kemungkinan komplikasi
persalinan yang berakhir dengan kematian atau kesakitan melalui PONES dan
PONEK.
Kebijakan
program kunjungan pemeriksaan kehamilan dilakukan paling sedikit 4 kali selama
kehamilan, sesuai dengan anjuran WHO, yakni :
a.
Satu kali pada trimester pertama
b.
Satu kali pada trimester kedua
c.
Dua
kali pada trimester ketiga
Pelayanan
atau asuhan standart yang dilakukan pada pemeriksaan kehamilan adalah 7 T yaitu
:
a.
Timbang berat badan
b.
Ukur tekanan darah
c.
Ukur tinggi fundus uteri
d.
Pemberian imunisasi TT lengkap
e.
Pemberian tablet Fe selama kehamilan
f.
Tes terhadap penyakit menular seksual
g.
Temu wicara dalam rangka rujukan
Dalam
upaya mempercepat penurunan AKI dan AKN, pada tanggal 26 Januari 2012
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Ratna Rosita, MPHM telah
meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS).
Program EMAS merupakan program hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia
dengan lembaga donor USAID, yang bertujuan untuk menurunkan AKI dan AKN di
Indonesia sebesar 25%. Untuk mencapai target tersebut, program EMAS akan
dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian yang besar, yaitu
Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi
Selatan, dimana pada tahun pertama akan dilaksanakan pada 10 kabupaten.
Karena berdasarkan data Kementerian Kesehatan
sekitar 52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari
enam provinsi tersebut. Demikian pula dengan kematian neonatal, sekitar 58,1%
dari jumlah total nasional juga “disumbangkan” oleh keenam provinsi tersebut.
Dari hasil analisis, diyakini bahwa percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia akan dapat diakselerasi apabila
kematian ibu dan kematian neonatal di enam provinsi tersebut dapat dikurangi
secara signifikan.
Upaya penurunan AKI dan AKN
melalui program EMAS akan dilakukan dengan cara:
1.
Meningkatkan kualitas
pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit
(PONEK) dan 300 Puskesmas/Balkesmas (PONED).
2.
Memperkuat sistem rujukan
yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan Rumah Sakit.
Dalam
pelaksanaannya di lapangan, upaya tersebut dilakukan dengan pendekatan “Vanguard”,
yaitu
:
1. Memilih
dan memantapkan sekitar 30 RS dan 60 Puskesmas yang sudah cukup kuat agar
berjejaring dan dapat membimbing jaringan Kabupaten yang lain.
2. Melibatkan
RS/RB swasta untuk memperkuat jejaring sistem rujukan di daerah.
Sekretaris
Jenderal Kementerian Kesehatan mengharapkan agar program ini dapat berjalan
dengan sukses dan pada akhirnya nanti benar-benar dapat memberi dampak positif
secara nasional dalam percepatan pencapaian target MDGs 4 dan 5.
2.1.8.
Pertolongan Persalinan di Rumah
Pertolongan
persalinan di rumah, ibu harus memenuhi kaidah pilar safe motherhood, yaitu
persalinan bersih dan aman serta ditolong oleh tenaga kesehatan
yang terampil. Pertolongan persalinan di rumah memiliki keuntungan psikologis
bagi ibu bersalin.
Faktor yang mempengaruhi
pemilihan persalinan di rumah ssendiri antara lain melahirkan di rumah sendiri ternyata jauh lebih aman,
hemat, dan bermanfaat. Dengan menjalani persalinan di rumah kemungkinan
tertukarnya bayi bisa dihindari. Memang, tidak semua rumah sakit bisa memberi
jaminan tak mungkin ada kasus bayi tertukar. Ini sangat tergantung dari kondisi
dan tingkat akurasi pengindetifikasian bayi di masing-masing rumah sakit.
Apalagi selain tidak rapinya pengidentifikasian, kesibukan para tenaga medis
yang terbatas terkadang masih memungkinkan adanya bayi tertukar tanpa
sepengetahuan ibunya. Belum lagi kalau sistem pengamanan rumah sakit kurang
jeli, tak mustahil bisa terjadi penculikan bayi.
Faktor lain adalah kenyataan tak terbantah bahwa rumah
sakit adalah sumber penyakit, sehingga besar kemungkinan sang bayi terjangkiti
infeksi nosokomial. Selain itu ada faktor psikologis yang seringkali dirasakan
oleh ibu bersalin di rumah sakit. Yakni adanya unsur “diskriminasi” perlakuan
rumah sakit meski ini juga konsekuensi pilihannya. Semisal, sejak awal masuk
rumah sakit, ibu dan bayi telah dibeda-bedakan menurut kelas-kelas perawatannya
kelak. Apalagi sebagai konsekuensi logis dari lembaga jasa pelayanan bagi orang
banyak, secara tak langsung perlakuan pihak rumah sakit bisa dikatakan kurang
personal atau tidak “ramah”, lantaran kebanyakan ibu dan bayi diperlakukan
sekedar sebagai “nomor kamar” saja.
Meskipun
demikian, pada pertolongan persalinan dirumah, perlu diwaspadai adanya resiko
infeksi karena paparan lingkuangan yang tidak bersih, alas persalinan yang
tidak bersih, serta alat dan tangan penolong tidak bersih karena mobilisasi
dari pusat pelayanan kesehatan kerumah ibu. Oleh karena itu, untuk melakukan
pertolongan persalinan dirumah harus ada persiapan yang tepat,baik persiapan
penolong, persiapan tempat, alat dan barang yang dibawa penolong, persiapan
tempat, lingkungan, dan keluarga.
2.1.9.
Asuhan Masa Nifas dan Pasca Salin
Masa
nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6-8
minggu. Pada masa nifas terjadi perubahan psikologis, yaitu : perubahan fisik
ibu, involusio uterus dan pengeluaran lokhea, laktasi, perubahan berbagai
sistem tubuh, perubahan psikologis ibu.
Tujuan
asuhan masa nifas :
a.
Menjaga kesehatan ibu dan
bayinya, baik fisik maupun psikologis
b.
Melaksanakan deteksi secara
komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c.
Memberikan pendidikan
kesehatan tentang perawatan kesehatan diir, nutrisi, keluarga berencana,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d.
Memberikan pelayanan
keluarga berencana.
Asuhan
masa nifas dan pasca salin sangat penting karena pada periode ini merupakan
masa krisis, baik bagi ibu maupun bayinya.
2.1.10. Rujukan
Rujukan
dalam pelayanan kebidanan adalah sebagai tindakan pelimpahan tanggung jawab
timbal balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertikal
(dari satu unit ke unit yang lebih lengkap /Rumah Sakit) maupun horizontal
(dari satu bagian ke bagian lain dalam satu unit) (Muchtar, 1977).
Rujukan
dapat dilakukan bidan ke Puskesmas dengan fasilitas riwayat inap, rumah sakit bersalin,
dan rumah sakit umum. Bidan harus mempunyai informasi tentang pelayanan yang
tersedia di tempat rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan
dan waktu serta jarak tempuh ke tempat rujukan. Salah satu hal faktor pendukung
kematian ibu adalah adanya 3
keterlambatan yaitu keterlambatan memutuskan untuk merujuk, terlambat sampai ke
tempat rujukan, dan terlambat ditangani di tempat rujukan.
Tujuan
rujukan antara lain :
1.
Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan
yang sebaik-baiknya.
2.
Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita
atau bahan laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lengkap
fasilitasnya.
3.
Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (transfer
knowledge and skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat pendidikan
dan daerah perifer (Muchtar, 1977).
4.
Memberikan pelayanan kesehatan pada penderita dengan
tepat dan cepat
5.
Menggunakan fasilitas kesehatan seefisien mungkin
6.
Mengadakan pembagian tugas pelayanan kesehatan pada
unit-unit kesehatan, sesuai dengan lokasi dan kemampuan unit-unit tersebut
A.
Rujukan dan Pelayanan
Kebidanan
Kegiatan ini antara lain berupa :
1.
Pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang
lengkap ke unit yang lebih lengkap.
2.
Rujukan kasus-kasus patologik pada kehamilan,
persalinan, dan nifas
3.
Pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya,
seperti kasus-kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan
spesialis.
4.
Pengiriman bahan untuk pemeriksaan laboratorium dari
unit kesehatan yang kecil ke unit kesehatan yang lebih mampu dam pengiriman
hasil kembali kepada unit kesehatan yang mengiriminya.
B.
Pelimpahan Pengetahuan dan
Keterampilan
Kegiatan ini antara lain :
1.
Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah perifer untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita,
diskusi kasus, dan demonstrasi.
2.
Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah ke rumah
sakit yang lebih lengkap dengan tujuan menambah pengetahuan dan keterampilan.
C.
Rujukan Informasi Medis
Kegiatan ini antara lain berupa :
1.
Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang
dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim.
2.
Menjalin kerjasama pelaporan data-data medis (Muchtar, 1977).
Dalam
membina sistem rujukan ini, perlu ditentukan beberapa hal :
a.
Regionalisasi
Adalah pembagian wilayah sistem
rujukan. Pembagian wilayah ini didasarkan atas pembagian wilayah secara
administratif, tetapi perlu didasarkan atas lokasi atau mudahnya sistem rujukan
itu dicapai. Hal itu menjaga agar pusat sistem rujukan mendapat arus penderita
secara merata.
b.
Penyaringan
(Screening) oleh tiap tingkat unit kesehatan. Tiap tingkat unit
kesehatan diharapkan melakukan penyaringan terhadap penderita yang hendak dislaurkan
ke dalam sistem rujukan. Penderita yang dapat dilayani oleh unit kesehatan
tersebut tidak perlu dikirim ke unit lain yang lebih mampu.
c.
Kemampuan
unit kesehatan tergantung pada macam petugas dan peralatannya.
Walaupun demikian, diharapkan mereka dapat melakukan keterampilan-keterampilan
tertentu. Khususnya dalam perawatan ibu dijabarkan keterampilan yang
masing-masing diharapkan dari unit kesehatan, beserta petugasnya.
Ketimpangan
yang sering terjadi di masyarakat awam Indonesia adalah pemahaman tentang alur
rujukan ini sangat rendah sehingga sebagian mereka tidak mendapatkan pelayanan
yang sebagaimana mestinya. Masyarakat kebanyakan cenderung mengakses pelayanan
kesehatant terdekat atau mungkin paling murah tanpa mempedulikan kompetensi
institusi ataupun operator yang memberikan pelayanan. Hal ini merupakan salah
satu akibat tidak berjalannya sistem kesehatan di Indonesia.
Pelaksanaan
sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau
berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua, dan ketiga,
dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri, namun berada di
suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak
dapat melakukan tindakan medis tingkat primer, maka tanggung jawab diserahkan
ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya.
Apabila
seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka
proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani
dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan
bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan adalah tidak
ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana,
tidak ada dukungan peraturan.
Hasil
penelitian Murray dan Pearson bahwa penerapan sistem rujukan merupakan elemen
penting dalam menyukseskan program Safe
Motherhood di negara-negara berkembang. Sistem rujukan harus
dipertimbangkan sebagai komponen penting dari sistem kesehatan secara
keseluruhan. Dengan demikian, sistem rujukan obstetri dapat digunakan sebagai
tolok ukur dalam menilai sistem pelayanan kesehatan ibu. Agar sistem rujukan
maternal dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan penyusunan strategi rujukan
sesuai dengan sistem kesehatan dan kondisi masyarakat setempat.
Faktor-faktor
penyebab rujukan antara lain :
a.
Riwayat bedah sesar
b.
Perdarahan pervaginam
c. Persalinan
kurang bulan
d. Ketuban
pecah disertai dengan mekonium yang pecah
e. Ketuban
pecah lebih dari 24 jam
f.
Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
g. Ikterus
h. Anemia berat
i.
Tanda /gejala infeksi
j.
Pre-eklampsia /Hipertensi dalam kehamilan
k.
Tinggi fundus 40 cm/lebih
l.
Gawat janin
m. Primapara
dalam fase aktif kala I persalinan dan kepala janin masuk 5/5
n. Presentasi
bukan belakang kepala
o. Presentasi
ganda (mejemuk)
p. Kehamilan ganda (gemelli)
q. Tali pusat menumbung
r.
Syok
(Asuhan Persalinan Normal 2007)
2.1.11. Akses Pelayanan
Kesehatan Ibu
AKI di Indonesia masih relatif lebih
tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Risiko kematian
ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari
1.100 di Thailand. MDG menargetkan penurunan AKI sebesar tiga perempat antara
1990 sampai 2015. Namun upaya ini menghadapi berbagai tantangan yang cukup
berat, seperti transisi demografi, desentralisasi kesehatan, pelayanan publik,
dan pendanaan. Sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Indonesia 206 juta jiwa. Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia,
diperkirakan meningkat menjadi 242 juta jiwa. Dengan kata lain, kebutuhan
pelayanan kesehatan juga akan meningkat.
Pelayanan kesehatan merupakan tantangan
berikutnya yang perlu ditangani. Termasuk di dalamnya adalah kualitas pelayanan
yang disediakan oleh pemerintah. Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah
menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan
sebagaimana tercantum dalam Propenas. Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya
ini antara lain meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi, meningkatkan
pemberantasan penyakit menular dan imunisasi, meningkatkan pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan, menanggulangi KEK, dan menanggulangi anemia pada wanita usia
subur dan pada masa kehamilan, melahirkan, dan nifas.
Salah satu upaya pemerintah adalah
program Kehamilan Aman. Mengacu pada Indonesia Sehat 2010, telah
dicanangkan strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau Kehamilan yang Aman
sebagai kelanjutan dari program Safe Motherhood, dengan tujuan untuk
mempercepat penurunan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. MPS
terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi
klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan antar institusi
pemerintah, lembaga donor, dan peminjam, swasta, masyarakat, dan keluarga.
Strategi MPS memiliki tiga pesan kunci,
yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap
komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai, dan
setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Perhatian khusus
diberikan pada penyediaan pelayanan yang memadai dan berkelanjutan dengan
penekanan pada ketersediaan penolong persalinan terlatih. Aktivitas masyarakat
ditekankan pada upaya untuk menjamin bahwa wanita dan bayi baru lahir memperoleh
akses terhadap pelayanan. Sasaran utama pada MPS diberikan kepada kelompok
masyarakat berpendapatan rendah, baik di perkotaan dan pedesaan serta
masyarakat di daerah terpencil.
Selain Program MPS, sebagai upaya
menjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam
rangka menurunkan AKI dan AKB, maka pada tahun 2011 Kementrian Kesehatan
meluncurkan upaya terobosan berupa Jaminan
Persalinan (Jampersal).
Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan
hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang di
dalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca
persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian, kehadiran Jampersal
diharapkan dapat mengurangi terjadinya Tiga Terlambat tersebut sehingga dapat
mengakselerasi tujuan pencapaian MDGs, khusunya MDGs 4 dan 5.
Pada prinsipnya, Jampersal adalah
terobosan kebijakan baru pelaksanaan program Jamkesmas tahun 2010.
Penyelenggaraan Jamkesmas dan Jampersal menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Dengan demikian, penyelenggaraan Jamkesmas tahun 2011 mengalami
beberapa penyempurnaan, sebagai berikut :
a.
Aspek
Kepesertaan
1.
Kepesertaan Jamkesmas 2011 mengacu pada
data PPLS (BPS, 2008) berjumlah 60.4
juta jiwa, namun jumlah sasaran Jamkesmas adalah tetap 76.4 juta jiwa
sebagaimana tertuang dalam RPJM
2.
Jumlah sasaran (kuota) peserta Jamkesmas
per kabupaten/ kota adalah tetap sama dengan tahun 2010, by name by address
ditetapkan denga SK Bupati/ Walikota.
3.
Untuk kepesertaan Jamkesmas dari kelompok
masyarakat miskin (maskin) penghuni lapas/ rutan, maskin penghuni panti, maskin
psaca tanggap darurat akibat bencana, gelandangan, pengemis, anak terlantar,
bayi baru lahir dari keluarga maskin, pengaturannya mengacu pada SK Menkes
1185/ tahun 2009
4.
Seluruh peserta program keluarga harapan
(PKH) menjadi peserta Jamkesmas, termasuk peserta PKH yang masih belum
terdaftar dalam database Jamkesmas
5.
Ibu hamil dan melahirkan yang tidak
memiliki jaminan kesehatan, menjadi penerima manfaat Jaminan Persalinan
b.
Aspek
Pelayanan
Manfaat jamkesmas
yang diberikan kepada peserta bersifat komprehensif (promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif) sesuai indikasi medis individu / perorangan atau
disebut sebagai upaya kesehatan perorangan (UKP).
1.
Pelayanan promotif dan preventif
diberikan pada saat pelayanan konsultasi dokter atau tenaga kesehatan yang
berkompeten, baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun Tingkat
Lanjutan
2.
Pelayanan kesehatan dasar diberikan di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik pemerintah (Puskesmas dan
jaringannya)
3.
Pelayanan kesehatan rujukan diberikan di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (Rumah Sakit) milik pemerintah maupun
swasta
4.
Pelayanan obat Jamkesmas, diarahkan ke
Rumah Sakit supaya mengacu Formularium Obat sesuai SK Menkes Nomor 1455/2009
5.
Penyediaan obat, vaksin, AMHP dan darah
tidak dibebankan kepada peserta Jamkesmas, karena seluruh biaya sudah termasuk
dalam paket pembayaran INA-CBGs kecuali AMHP tertentu sebagaimana ditetapkan
dalam Surat Edaran Dirjen BUK (Bina Upaya Kesehatan), dan obat HOT yang dapat
diklaimkan secara terpisah.
6.
Perluasan jaringan fasilitas kesehatan
dengan lebih mendorong keikutsertaan fasilitas kesehatan swasta untuk melakukan
Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota
c.
Aspek
Pendanaan
Pembayaran untuk pelayanan Jamkesmas
dilakukan dengan cara :
1.
Pembayaran di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama dilakukan denga cara klaim, didasarkan atas Peraturan Daerah Tarif yang
berlaku setempat
2.
Pembayaran di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan dilakukan dengan cara klaim, didasarkan atas paket INA-CBGs
d.
Aspek
Pengorganisasian
Pengorganisasian
dalam penyelenggaraan Jamkesmas adalah dengan dibentuk tim yang berada pada
Tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota
1.
Tim Koordinasi yang bersifat lintas
sektor dan berfungsi koordinatif untuk pengambilan kebijakan setempat dengan
tetap mengacu pada kebijakan pusat
2.
Tim Pengelola yang bersifat lintas
program yang melakukan pengelolaan langsung Jamkesmas
Ada empat strategi utama bagi upaya
penurunan kesakitan dan kematian ibu. Pertama, meningkatkan akses dan cakupan
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dan cost
effective. Kedua, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas
program, lintas sektor, dan mitra lainnya. Ketiga, mendorong pemberdayaan
wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat.
Keempat, mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan
pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir.
Masih tingginya AKI maupun masih
rendahnya jumlah ibu yang melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
disebabkan kendala biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk
meningkatkan persalinan yang ditolong tebaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
2.2. PELAYANAN KESEHATAN PADA ANAK
2.2.1. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir
Masa
perinatal dan neonatal merupakan masa yang kritis bagi kehidupan bayi. Dua
pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan, dan 60%
kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Faktor yang
dapat menyebabkan kematian perinatal antara lain perdarahan, hipertensi,
infeksi, kelahiran preterm atau bayi berat lahir rendah, asfiksia, dan
hipotermia.
Penanganan
bayi baru lahir yang kurang baik dapat menyebabkan hipotermi, cold stress, yang
selanjutnya dapat menyebabkan hipoksemia, hipoglikemia, dan mengakibatkan
kerusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarahan otak, shock, dan
keterlambatan tumbuh kembang.
a. Pelayanan Kesehatan Perinatal terhadap Bayi
Baru Lahir
1. Pemeriksaan kesehatan bayi
2. Pemantauan tanda-tanda vital
3. Pengenalan bayi baru lahir tidak sehat
4. Penanganan gawat darurat
5. Pemberian kolostrum dan ASI eksklusif
6. Pengaturan suhu tubuh
7. Perawatan luka tali pusat
8. Pelaksanaan rawat gabung
9. Pelaksanaan rujukan
b. Penatalaksanaan kelainan-kelainan perinatal
seperti asfiksia neonatorum, tetanus, neonatorum, dan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)
2.2.2. Pelayanan Kesehatan Anak Balita
Masa
krisis proses tumbuh kembang anak adalah masa dibawah usia 5 tahun ( balita )
lebih dari 8 juta anak usia balita meninggal setiap tahun. Hampir 90% kematian
ini disebabkan 6 kondisi, yakni : penyebab neonatal, pneumonia, diare, malaria,
campak, dan HIV/AIDS. Oleh Karena itu, salah satu tujuan dari MDGs 2015 adalah menurun angka kematian anak.
Secara
umum, seluruh anak didunia ini mempunyai sifat lugu, aktif, mempunyai rasa
ingin tahu, ketergantungan pada orang lain, rawan, dan penuh dengan harapan.
Dalam
menjaga pertumbuhan dan perkembangannya, semua faktor diatas harus menjadi
perhatian yang seksama agar tumbuh kembang anak tidak mengalami gangguan. Masa
balita merupakan masa terbentuknya dasar kepribadian manusia, kemampuan
pengindraan, berfikir, keterampilan berbahasa dan berbicara, bertingkah laku
sosial dan lain sebagainya. Oleh karena itu, perhatian pada masa balita ini
harus;ah lebih seksama dan bijaksana.
Ada
dua faktor yang mempengaruhi proses tumbuh kembang optimal seorang anak, yaitu
:
a.
Faktor dalam, yaitu dari dalam anak itu
sendiri, baik bawaan maupun diperoleh yang merupakan modal dasar dalam mencapai
hasil akhir proses tumbuh-kembang anak.
b.
Faktor luar (lingkungan), yang secara
garis besar dibagi menjadi :
1)
Lingkungan sebelum anak lahir (prenatal),
meliputi gizi ibu hamil, obat-obatan, penyakit ibu (infeksi TORCH), stress,
posisi janin, gangguan hormone, dan lain-lain.
2)
Lingkungan pada saat anak lahir (perinatal),
meliputi persalinan lama, persalinan macet, persalinan dengan pertolongan
(vakum ekstraksi, forsep, seksio sesaria, dan lain-lain).
3)
Lingkungan setelah anak lahir
(postnatal), meliputi gizi anak, penyakit (infeksi), gangguan hormon,
lingkungan rumah, kebersihan, stress, kasih sayang, stimulasi, adat-istiadat,
agama, dan stabilitas rumah tangga.
Di
samping itu, secara menyeluruh ada beberapa factor yang sangat erat hubungannya
dengan pertumbuhan dan perkembangan balita, yaitu :
a.
Keluarga Berencana
Dalam mempersiapkan anak
yang berkualitas, sejak dari mulai terjadi pembuahan sampai tumbuh menjadi
dewasa haruslah dilakukan pemeliharaan dan penjagaan yang seksama agar tidak
terjadi kegagalan dalam proses tumbuh kembangnya. Faktor anak selama dalam
kandungan akan sangat memengaruhi dalam proses tumbuh kembang anak di kemudian
hari.
Dari hasil penelitian
didapat hasil bahwa angka kematian bayi dan anak lebih rendah apabila kelahiran
bayi tersebut mempunyai jarak yang wajar. Seorang bayi yang dilahirkan dengan
jarak kurang dari 2 tahun akan mempunyai kemungkinana meninggal 76% lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang mempunyai jarak kelahiran 2–3 tahun.
Kemungkinan resiko kematian ibu menjadi 200% lebih tinggi bila dibandingkan
dengan mereka yang mempunyai jarak kelahiran lebih dari 4 tahun.
b.
Pemberian kebutuhan nutrisi yang baik
Dalam pertumbuhan dan
perkembangan fisik seorang anak, pemberian makanan yang bergizi mutlak sangat
diperlukan. Anak dalam pertumbuhan dan perkembangannnya mempunyai beberapa fase
yang sesuai dengan umur sianak, yaitu fase pertumbuhan cepat dan fase
pertumbuhan lambat. Bila kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi, maka akan terjadi
gangguan gizi pada anak tersebut, yang mempunyai dampak dibelakang hari baik
bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik anak tersebut maupun gangguan
intelejensi.
c.
Penyakit Muntah–diare
Penyakit
ini paling sering menyerang balita, dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu infeksi pada saluran cerna, intoleransi pada makanan yang diberikan, dan
infeksi lainnya diluar saluran cerna. Umumnya penyakit ini mempunyai dampak
yang lebih buruk bila mengenai anak dengan gangguan gizi dibanding anak tanpa
adanya gangguan gizi. Pada saat ini, penanganannya haruslah dilaksanakan
sesegera mungkin, yaitu dimulai dengan pemberian terapi sejak dari rumah,
seperti pemberian oralit, asi yang tetap diberikan, dan pemberian makanan lain
yang tidak merangsang bertambahnya muntah mencret tetapi dapat memenuhi
kebutuhan anak
d.
Infeksi Saluran Nafas Akut
Penyakit ini merupakan
penyakit tersering dijumpai pada anak balita, baik yang hanya berupa pilek
biasa sampai dengan adanya infeksi pada saluran nafas bawah, yaitu infeksi yang
mengenai paru.
e.
Imunisasi telah dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 1956. Dan mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi
program pengembangan imunisasi dalam rangka pencegahan penularan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi ( PD3I).
Pada saat ini, vaksin yang dapat
digunakan dalam pencegahan penyakit telah banyak beredar di Indonesia, dan
hasil daya lindung yang ditimbulkannya juga telah terbukti bermanfaat.
Sedihnya, sampai saat ini penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi masih merupakan masalah dan masih menimbulkan
gangguan dalam proses tumbuh–kembang anak, yang memberikan dampak negatif pada
pembentukan anak yang berkualitas.
Apabila pemberian
imunisasi diberikan secara adekuat pada masa bayi dan anak, semua kejadian ini
tidak perlu terjadi.
Ada 4 strategi utama
yang diselenggarakan oleh tujuan MDGs
untuk ini, yaitu :
a.
Menyediakan home care dan pengobatan yang
tepat waktu dan sesuai untuk komplikasi pada bayi baru lahir.
b.
Melaksanakan manajemen terpadu penyakit
anak untuk usia dibawah 5 tahun.
c.
Memperluas program imunisasi
d.
Pemberian makanan bergizi untuk bayi dan
anak.
Pokok – pokok kegiatan imunisasi
1. Imunisasi Rutin
Kegiatan
imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang dilaksanakan pada periode waktu
tertentu yang telah ditentukan. Berdasarkan usia kelompok sasaran, imunisasi
rutin dibagi menjadi :
1.
Imunisasi rutin pada bayi
2.
Imunisasi rutin pada wanita usia subur
3.
Imunisasi rutin pada usia anak sekolah
Vaksin
untuk imunisasi rutin pada balita yang diwajibkan adalah :
1.
BCG (diberikan sekali pada bayi usia 0–11
bulan)
2.
DPT (diberikan 3 kali pada bayi usia 2–11
bulan dengan jarak waktu antara pemberian minimal empat minggu. Kemudian
diberikan lagi pada umur 18 bulan dan 5 tahun).
3.
Polio (imunisasi pertama kali dilakukan
setelah bayi lahir, dilanjutkan pada usia 2,4,6, dan 18 bulan. Yang terakhir,
vaksin polio diberikan saat berumur 4 hingga 6 tahun)
4.
Campak (satu kali pada bayi usia 9–11
bulan)
5.
Hepatitis B (diberikan tak lama
setelahnya bayi dilahirkan)
2. Imunisasi Tambahan
If you're trying to lose weight then you absolutely need to jump on this totally brand new personalized keto meal plan.
BalasHapusTo create this service, certified nutritionists, personal trainers, and top chefs have united to provide keto meal plans that are effective, suitable, economically-efficient, and delightful.
From their first launch in early 2019, thousands of individuals have already transformed their figure and health with the benefits a certified keto meal plan can give.
Speaking of benefits; in this link, you'll discover eight scientifically-certified ones given by the keto meal plan.