Minggu, 08 Januari 2012

ASKEB II MANUAL PLASENTA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri.
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.—Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Perdarahan yang disebabkan karena retensio plasenta dapat terjadi karena plasenta lepas sebagian, yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a).      Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva);
b).      Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sehingga dilakukan  tindakan manual plasenta.      
1.2       Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Manual Plasenta.
1.3       Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mampu memahami secara menyeluruh tentang Manual Plasenta dan cara pengeluaran manual pasenta.
2.      Tujuan khusus
a.       Mampu memahami yang dimaksud dengan manual plasenta.
b.      Mengetahui indikasi manual plasenta
c.       Mengetahui langkah-langkah manual plasenta

                                                         BAB II
ISI

2.1       Definisi
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 menit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, plasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
2.2       Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1.      Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a.       Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta.
b.      Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c.       Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
d.      Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e.       Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
2.      Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
3.      Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
4.      Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan
·       Darah penderita terlalu banyak hilang,
·       Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,
·       Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
2.3       Patologis
            Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
a.       Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
b.      Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
c.       Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
d.      Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse RL/ NaCl dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan pertolongan darurat.
Komplikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
2.4                                      Tanda dan Gejala Klinis
1.      Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2.      Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
3.      Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
4.      Placenta tidak segera lahir > 30 menit.
2.5       Penatalaksanaan
            Prosedur Plasenta Manual
Persiapan
a.     Pasang set dan cairan infus RL/NaCl
b.    Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan
c.     Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal
d.    Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi
e.    Pastikan kandung kemih kosong karena kandung kemih yang penuh dapat menggeser letak uterus.
Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
1.      Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
2.      Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.
3.      Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
4.      Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
5.      Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
6.      Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
Melepas plasenta dari dinding uterus
7.      Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
a.       Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior ibu)
b.      Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu)
8.      Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas (kranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
Catatan:
·               Bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium).
·               Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
Mengeluarkan plasenta
9.      Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.
10.  Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah).
11.  Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus kearah dorso- kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.
Pencegahan infeksi pascatindakan
12.  Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan.
13.  Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
14.  Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
15.  Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
Pemantauan pasca tindakan
16.  Periksa kembali tanda vital ibu.
17.  Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
18.  Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.
19.  Beritahukan pada ibu dan keluarganya bahwwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
20.  Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan sebelum dipindah ke ruang rawat gabung.

BAB III
PENUTUP

      3.1       Kesimpulan
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri.
Adapun prosedur plasenta manual yaitu persiapan alat dan bahan, penjelasan prosedur dan tujuan tindakan, tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri, melepas plasenta dari dinding uterus, mengeluarkan plasenta, pencegahan infeksi pasca tindakan, pemantauan pasca tindakan.
Tidak boleh dilakukan plasenta manual yang perlu diperhatikan adalah bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukkan plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium). Dan bila hanya sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat erat maka hentikan pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600 mcg per rektal) sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
3.2              Saran
1.      Masyarakat Luas
Masyarakat maupun ibu-ibu dalam masa kehamilannya, dapat menjaga kesehatan selama hamil dengan maksimal, makan-makanan yang bergizi, konsumsi Fe dan istirahat yang cukup agar selama proses persalinan tidak terjadi kegawatan. Serta mampu memahami alasan dilakukannya manual plasenta apabila plasenta belum lahir > 30 menit setelah bayi lahir dan terjadi perdarahan agar dapat menyelamatkan pasien sesegera mungkin.
2.      Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan harus mengetahui sedini mungkin penyebab plasenta tidak lahir segera setelah bayi lahir, serta melakukan tindakan segera apabila pasien mengalami perdarahan kala III, dan merupakan indikasi untuk dilakukanya manual plasenta dan untuk menurunkan angka kematian ibu.

















                                     DAFTAR PUSTAKA


Azwar, Azrul, dkk. 2008. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta: JNPK-KR

Chapman,Vicky.2006.Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran.Jakarta:EGC
Mediague.wordpress.com

ASKEB II KOMPRESI AORTA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2 :
a.Postpartum primer:Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
b.Postpartum sekunder: Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibatadanya atonia uteri.
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempatmelekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Umumnya perdarahan karenaatonia uteri terjadi dalam 24 jam pertama post partum.
Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masakehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterusitu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkankehilangan darah yang sangat banyak. sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja. Pada perdarahan postpartum karena atonia uteri bila tidak dilakukan penanganan secara komprehensif dapat mengakibatkan kematian pada ibu.
Penatalaksanaan pada perdarahan postpartum karena Atonia Uteri yaitu diantaranya melakukan drip Oksitosin, Kompresi Bimanual Interna, Kompresi Bimanual Eksterna, Kompresi Aorta Abdominal dan apabila perdarahan terus berlangsung dilakukan tindakan operatif yaitu Ligasi Arteri Uterina atau Histerektomi.
Dari fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri.

B. RUMUSAN MASALAH
1.   Menjelaskan tata cara melakukan kompresi aorta abdominalis
2.   Menjelaskan bagaimana tekhnik melakukan penekanan pada aorta
C.  TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan 2
2.      Mahasiswa diharapkan dapat mengerti pengertian, tata cara, dan teknik melakukan dari Kompresi Aorta Abdominalis













BAB II
ISI

A.    Pengertian Kompresi Aorta Abdominalis
Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanika yang digunakan adalah dengan aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi meometrium (yang untuk sementara waktu tidak dapat berkontraksi). Kontraksi meometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang- cabang pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya.
Prosedur ini dilakukan dari luar (kompresi bimanual eksterna) atau dari dalam (kompresi bimanual interna), tergantung tahapan upaya mana yang memberikan hasil atau dapat mengatasi perdarahan yang terjadi. Bila kedua upaya tersebut belum berhasil, segera lakukan usaha lanjutan, yaitu kompresi aorta abdominalis.
Pada keadaan yang sangat terpaksa dan termpat rujukan yang sangat jauh, walaupun bukti- bukti keberhasilan kurang menyokong tapi dapat dilakukan tindakan alternatif yaitu pemasangan tampon uterovaginal dan kompresi eksternal.
Upaya tersebut diatas sebaiknya dikombinsikan dengan uterotonika (oksitosin 20 UI, ergometrin 0,4 mg dan / atau misoprostol 600 mg).

B.     Tujuan Kompresi Aorta Abdominal
Kompresi Aorta Abdominal dilakukan untuk menghentikan perdarahan akibat atonia uteri.





C.     Langkah klinik kompresi aorta abdominal
A. Persetujuan tindakan medik
B. Persiapan sebelum tindakan
·         Pasien
1. Infus dan cairannya, sudah terpasang
2. Perut bawah, lipat paha dan vulva, sudah dibersihkan dengan air dan sabun
3.Siapkan alas bokong dan kain penutup perut bawah
4. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopolmuner
·         Penolong
1. Baju kamar tindakan
2. Sarung tangan DTT
3. Tensimeter dan stetoskop
C. Tindakan
1. Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul penolong.
2. Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang kaki) dengan sedikit fleksi pada artikulasio koksae.
3. Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan pada lipat paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dengan garis horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi atas simfisis ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik.
4. Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi tersebut.
5. Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus.
6. Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah/ sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung dari derajat tekanan pada aorta).
7.Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan pulsasi arteri femoralis).
Perhatikan:
• Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik, usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak tersedia atau uterus tetap tidak dapat berkontraksi setelah pemberian prostatglandin, pertahankan posisi demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan.
• Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan kompresi eksternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai fasilitas rujukan.
• Bila kompresi sulit untuk dilakuakan secara terus menerus maka lakukan pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang dan lakukan rujukan.
• Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan baik. Teruskan pemberian uterotonika
8. Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik.








D.    Gambar tindakan Kompresi Aorta Abdominalis

E.     Sikap bidan menghadapi atonia uteri



BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kompresi aorta dilakukan untuk menghentikan pendarahan dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit.
Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah.
Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.
B. SARAN
Bagi petugas kesehatan hendaknya berusaha semaksimal mungkin mencegah terjadinya perdarahan post partum dan mengetahui cara-cara menghentikan perdarahan.







DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/73262214/1/Latar-Belakang diakses pada tanggal 30 November 2011 pukul 10.00 WIB